Kesenian alat musik tradisional
1. Gamelan jawa
Gamelan Jawa adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang, dan gong. Musik yang tercipta pada Gamelan Jawa berasal dari paduan bunyi gong, kenong dan alat musik Jawa lainnya. Irama musik umumnya lembut dan mencerminkan keselarasan hidup, sebagaimana prinsip hidup yang dianut pada umumnya oleh masyarakat Jawa.
Gamelan Jawa terdiri dari kurang lebih dua puluh jenis instrumen. Bila dihitung secara keseluruhan dapat mencapai jumlah kurang lebih tujuh puluh lima buah, tergantung pada kebutuhan dengan rincian bahwa setiap instrumen terdiri dari dua buah untuk masing-masing laras. Gamelan Jawa terdiri atas instrumen : kendang, bonang, bonang penerus, demung, saron, peking, kenong & kethuk, slenthem, gender, gong, gambang, rebab, siter, suling, dan kempul.
Instrumen Gamelan Jawa tersebut sebagian besar merupakan alat musik yang dikategorikan sebagai metallophone dari perunggu, tetapi di dalamnya juga terdapat alat musik dari kategori lainnya, yaitu: chordophone (rebab, siter, celempung), xylophone (gambang), aerophone (suling) dan membranophone (kendang). Lebih spesifik merupakan seperangkat alat musik dengan laras tertentu (slendro atau pelog).
Berdasarkan fungsi pada instrumentasinya dibagi menjadi dua, yaitu: (1) instrumen yang bertugas untuk membawakan lagu (pamurba lagu), dan (2) instrumen yang bertugas untuk mengatur irama (pamurba wirama).
Beberapa keistimewaan gamelan Jawa terdapat pada aspek audio dan visualnya. Keistimewaan pada aspek audio meliputi: warna bunyi (tone colour), laras (scale system), embat (interval), dan pelayangan (sound wave), sedangkan keistimewaan pada aspek visualnya meliputi: bentuk, konstruksi, keindahan material yang dipakai, dan ornamennya.
Keistimewaan pada kedua aspek dan dukungan kualitas pada aspek musikalnya mendorong masyarakat dunia untuk mengakui bahwa gamelan Jawa adalah ‘the most sophisticated music in the world’. Negara yang sudah maju dan mempunyai peluang untuk mempelajari musik dunia, misalnya: Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Eropa, Australia, dan beberapa negara lainnya telah menjadikan gamelan Jawa sebagai lambang status pada beberapa universitasnya.
2. Butabuh atau Hadra
Musik butabuh atau hadra merupakan salah satu musik tradisional Lampung dan jenis musik tradisi ini lebih sering kita jumpai di daerah Lampung yang letaknya di daerah pesisir, hal ini memiliki latar belakang seiring dengan sejarah dan perkembangannya sebagai salah satu sarana syiar agama Islam di Provinsi Lampung. Dengan sarana dan alat musik seperti terbangan atau kerenceng yang dibuat dari kayu nangka (kayu keras lainnya) dan kulit kambing, serta lantunan lagu syair berdzanji musik hadra ini ditampilkan.
Musik butabuh (tabuh lama) ini hanya mempunyai dua suara (vokal) yakni Tang dan Dung; bunyi tang terdapat pada tengah alat musik sedangkan dung pada tepi alat musik
Hadra terdiri dari 2 bagian atau kelompok yaitu hadra baru dan hadra lama demikian pula zikirnya. Hadra lama atau zikir lama merupakan kesenian tradisional Lampung yang bernafaskan Islam, di samping alat musik dan syair-syairnya pun seutuhnya merupakan syair-syair berdzanji atau pujian-pujian terhadap Rosul dan para Syekhnya.Beberapa bagian atau jenis tabuhan dalam musik butabuh lama : Tekol, Tabuh Yahum, Tabuh Kincat, Tabuh Setendekan, Tabuh Tikah dan Tabuh Kimbang.
Hadra atau zikir baru merupakan seni Islam yang sudah dikombinasikan dengan syair-syair atau pantun daerah Lampung baik pantun melayu ataupun pantun daerah Lampung itu sendiri.Beberapa bagian atau jenis tabuhan dalam musik tabuh baru : Tabuh Suji, Tabuh Sanjur, Tabuh Dondom, tabuh Tegak, Tabuh Ciduk, Tabuh Layang-Layang, dan Tabuh Pelesir.
Hadra dan zikir ini sering kita jumpai pada saat acara pesta adat atau nayuh dan biasanya dilantunkan pada saat malam hari menjelang satu hari dalam pelaksanaan pesta atau begawi dan yang membawakannya pun orang tua atau bapak-bapak yang usianya sudah berumur (usia lanjut).
Contoh Lagu Tabuh Hadra : Tohal Harbi, Talabnaba, Khoirunman, Salamun, dll.
3. Tanjidor
Musik ini hidup dan berkembang di daerah Bekasi dan Karawang. Tanjidor merupakan ensambel musik yang namanya lahir pada masa penjajahan Hindia Belanda (abad ke-18). Kata "tanjidor" berasal dari kata dalam bahasa Portugis, tangedor, yang berarti "alat-alat musik berdawai (stringed instruments)". Tetapi kenyataannya, nama Tanjidor tidak sesuai lagi dengan istilah asli dari Portugis itu. Namun yang masih sama adalah sistem tangga nada dari tangedor, yakni sistem diatonik.
Alat-alat musik yang dimainkan seni Tanjidor adalah: klarinet (tiup), piston (tiup), trombon (tiup), saksofon tenor (tiup), saksofon bas (tiup), drum (membranofon), simbal (perkusi), dan side drums (tambur). Jenis alat musik yang dominan pada kesenian Tanjidor adalah alat musik tiup.
Pemain-pemainnya terdiri dan 7 sampai 10 orang. Mereka mempergunakan peralatan musik tersebut untuk memainkan reportoar lagu diatonik maupun lagu-lagu yang berlaras pelog bahkan slendro. Musik tanjidor sering ditampilkan untuk mengarak pengantin betawi dan untuk menyambut tamu agung.
Lagu-lagu yang sering dibawakan oleh Tanjidor, antara lain Kramton, Bananas, Cente Manis, Keramat Karam (Kramat Karem), Merpati Putih, Surilang, dll. Lagu Keramat
Pada mulanya mereka memainkan lagu-lagu Eropa karena harus mengiringi pesta dansa, polka, mars, lancier dan lagu-lagu parade. Lambat laun mereka juga mulai memainkan lagu-lagu dan irama khas Betawi. Instrumen yang kuat-kuat ini bisa dipakai turun-temurun. Setelah pemain tidak lagi menjadi bagian dalam rumah tangga orang Barat, lahirlah rombongan-rombongan amatir yang tetap menamakan diri "Tanjidor".
Pada mulanya mereka memainkan lagu-lagu Eropa karena harus mengiringi pesta dansa, polka, mars, lancier dan lagu-lagu parade. Lambat laun mereka juga mulai memainkan lagu-lagu dan irama khas Betawi. Instrumen yang kuat-kuat ini bisa dipakai turun-temurun. Setelah pemain tidak lagi menjadi bagian dalam rumah tangga orang Barat, lahirlah rombongan-rombongan amatir yang tetap menamakan diri "Tanjidor".
4. Panting
Musik Panting adalah musik tradisional dari suku Banjar di Kalimantan Selatan. Disebut musik Panting karena didominasi oleh alat musik yang dinamakan Panting, sejenis gambus yang memakai senar.
Pada mulanya, musik panting hanya dimainkan secara perorangan. Karena semakin majunya perkembangan zaman,musik panting sekarang ini dimainkan dengan alat-alat musik seperti babun, gong,dan biola dan pemainnya juga terdiri dari beberapa orang. Musik panting disajikan dengan lagu-lagu yang biasanya bersyair pantun. Lagu yang dinyanyikan monoton, yang artinya musik tersebut dinyanyikan tanpa ada reff.
Alat-alat musik Panting terdiri dari :
Panting, alat musik yang berbentuk seperti gabus Arab tetapi lebih kecil dan memiliki senar. Panting dimainkan dengan cara dipetik.
Babun, alat musik yang terbuat dari kayu berbentuk bulat, ditengahnya terdapat lubang, dan di sisi kanan dan kirinya dilapisi dengan kulit yang berasal dari kulit kambing. Babun dimainkan dengan cara dipukul.
Gong, biasanya terbuat dari aluminium berbentuk bulat dan ditengahnya terdapat benjolan berbentuk bulat. Gong dimainkan dengan cara dipukul.
Biola, sejenis alat gesek.
Suling bambu, dimainkan dengan cara ditiup.
Ketipak, bentuknya mirip tarbang tetapi ukurannya lebih kecil, dan kedua sisinya dilapisi dengan kulit.
Tamburin, alat musik pukul yang terbuat dari logam tipis dan biasanya masyarakat
Musik Panting mempunyai fungsi sebagai hiburan, sebagai sarana pendidikan, sebagai sarana dakwah, dan sebagai penguat tali silaturahmi antar sesama warga.
5. Tifa Totobuang
Tifa adalah alat musik gendang dari kulit hewan dan bentuknya mirip dengan alat musik sejenis yang tersebar di seantero Nusantara, sedangkan Totobuang adalah jajaran gong kecil yang terbuat dari perunggu dan mengeluarkan nada berbeda-beda setiap kali dipukul.
Tifa totobuang adalah musik asli yang sama sekali tidak dipengaruhi budaya luar. Musik ini merupakan musik khas warga yang tinggal di wilayah mayoritas Kristen. Dalam beberapa pertunjukan, musik ini biasanya disandingkan dengan musik sawat, yang sebaliknya hanya dapat dimainkan oleh orang-orang yang tinggal di wilayah mayoritas Muslim.
Masing-masing alat musik dari Tifa totobuang memiliki fungsi yang berbeda-beda dan saling mendukung satu sama lain sehingga melahirkan warna musik yang khas. Namun musik ini didominasi oleh alat musik tifa yang terdiri dari tifa jekir, tifa dasar, tifa dasar, tifa jekir potong, dan tifa bas ditambah dengan gong berukuran besar dan totobuang, yang merupakan serangkaian gong-gong kecil yang ditaruh pada sebuah meja, dengan beberapa lubang sebagai penyangganya. Adapula alat musik tiup yaitu Kulit Bia (Kulit Kerang).
Musik ini hanya dapat dipertunjukkan pada event-event tertentu. Misalnya acara
penyambutan tamu khusus, pertunjukan kesenian daerah Maluku diluar daerah atau di luar
negeri serta pada acara-acara adat. Pemainnya pun umumnya merupakan pemain yang
diajarkan secara turun-temurun oleh orang tua mereka.
penyambutan tamu khusus, pertunjukan kesenian daerah Maluku diluar daerah atau di luar
negeri serta pada acara-acara adat. Pemainnya pun umumnya merupakan pemain yang
diajarkan secara turun-temurun oleh orang tua mereka.
Ansambel Tifa Totobuang menjadi dua bagian, yakni; (1) menyambut tamu agung dan (2) dimainkan dalam acara pernikahan. Untuk acara pernikahan, terdiri dari dua fase:
a.mengiringi pengantin
b.mengiringi acara badendang.
Dengan ritme yang didominasi oleh not-not seperenambelasan, melodi yang lincah didukung oleh hentakan tifa yang enerjik membuat suasana penuh sukacita.
Komentar
Posting Komentar